Jika kita berbicara mengenai spiritualitas, maka esensinya adalah upaya untuk meningkatkan kesadaran diri dan mencapai pencerahan. Meditasi memang memiliki banyak dimensi untuk kehidupan kita mulai dari melatih pernafasan, visualisasi, kesehatan sampai dengan spiritualitas. Di balik semua atribut tersebut, meditasi jika dilakukan dengan benar dan tidak ditujukan untuk “menggali” dunia bawah (underworld), maka semakin dalam meditasi akan semakin membawa kita memahami hakekat hidup itu sendiri dan bisa memberikan pemahaman baru, khususnya dalam meningkatkan kesadaran antara lain mengenali siapa ” sang ego” dalam diri kita sehingga jika pemahaman itu diarahkan dengan pandangan dan konsentrasi yang benar akan membawa kebaikan dalam diri kita.
Apalah artinya kecantikan dan ketampanan yang kita miliki jika kita kenali bahwa itu hanya ‘selembar’ kulit ari yang menutupi tulang belulang belaka? Apakah kita layak menyebut diri kita lebih dari yang lain ketika hakekat dari ketidak-kekalan itu telah kita sadari? Masihkan menyombongkan diri dan ‘menjual’ diri demi memperoleh uang /harta yang juga sama tidak kekalnya? Kalimat-kalimat ini sebenarnya tidak ditujukan untuk membuat diri kita menjadi ‘rendah diri’, namun kesadaran yang dibentuk dari sebuah pemahaman atas hakekat kehidupan adalah lebih penting. Tidak ada “rendah diri” yang memberikan nilai positif bagi keberlangsungan kehidupan duniawi maupun ilahiah. Namun menyadari bahwa kita bisa menempatkan diri, rendah hati dan senantiasa meningkatkan kewaspadaan merupakan faktor penting dalam mengawal tumbuhnya nilai-nilai spiritualitas yang baik.
Fenomena dari kaya secara materi dan kaya secara spiritual juga memberikan kita pemahaman baru. Ketika kita tidak bisa mengimbangi, menyelaraskan tingkat spiritualitas kita terhadap kekayaan materi yang diperoleh, maka sisa dari kekayaan materi yang tidak terjamah nilai spritualitas itu adalah bagian dari kesia-siaan bahkan cenderung akan menjadi ancaman bagi diri kita sendiri sebab mereka dapat dengan mudah merusak semua nilai yang telah dibangun saat bekerja mencari nafkah. Apalagi dengan berbagai upaya yang bertentangan dengan nilai moral dan spritual seperti korupsi, menipu orang lain dan sebagainya. Hakekat dari hidup bahagia tidak diukur dari berapa banyak uang dan harta yang dimiliki, namun dari seberapa dalam dan teduh pikiran dan hati yang dimiliki. Ibarat perbandingan antara kita berada dalam suasana dan kondisi perang dibandingkan kita berlayar di lautan teduh. Setiap tambahan harta kekayaan yang membuat pikiran cemas, hati yang tidak tenang merupakan perwujudan dari keadaan dimana kita memiliki “senjata” dan berada dalam keadaan perang. Tidak ada rasa nyaman, rumah dijaga ketat dengan pagar yang tinggi, jauh dari hubungan harmonis dengan tetangga dan masyarakat lain. Beda halnya ketika kita bisa hidup dalam kesederhanaan, mungkin juga memiliki harta kekayaan yang melimpah, namun dengan menjaga sikap moral dan meningkatkan spiritualitas, maka kita berada di sebuah biduk yang berlayar dengan tenang di lautan yang tenang. Tidak ada rasa cemas karena hidup kita berada ditengah masyarakat yang saling menghormati, menghargai dan saling menjaga. Tidak perlu tembok tinggi, pagar yang menutupi sampai atap rumah dan pos penjagaan yang ketat.
Meditasi pada dasarnya merupakan landasan bagi tumbuhnya moralitas yang baik, tempat dimana spiritualitas mulai menampakkan cahayanya sehingga perkembangan kesadaran terus meningkat. Namun meditasi yang dilakukan tanpa adanya interaksi dengan sesama manusia dan makhluk hidup lain tidak akan memberikan manfaat luas dalam hidup kita, bahkan berpotensi menumbuhkan spiritualitas “sempit” yang bisa berpotensi terjadinya “self-destruction”. Tuhan YME menciptakan makhluk hidup beraneka ragam dan unik tentunya merupakan peluang dan tempat dimana kita bisa mempraktekkan segala jenis perbuatan baik yang kita peroleh melalui pemahaman mengenai spiritualitas.