Provokasi Pikiran Vs Positive Mindset

jokerDalam kamus Besar Bahasa Indonesia provokasi didefinisikan sebagai berikut:

Provokasi adalah perbuatan untuk membangkitkan kemarahan; tindakan menghasut; penghasutan; pancingan

Mungkin zaman sudah banyak berubah. Jika dulu di kalangan generasi tua, nilai dan norma sosial terus dijaga termasuk moralitas, sedangkan akhir-akhir ini berbagai kata yang berkonotasi negatif atau image buruk malah menjadi trend mulai dari nama makanan seperti nasi  ‘gila’,  ‘setan’, ‘klojotan’ dan sebagainya. Namun inilah fakta perubahan ‘sense’ dimana kata atau kalimat yang vulgar, memiliki kesan provokatif, mendapatkan perhatian dari banyak kalangan khususnya anak-anak muda.   Apakah sedemikian besar ‘manfaat’ atau ‘prestise’ yang diperoleh dengan menikmati semua kata atau frasa yang ‘provokatif’ itu?  Mungkin di satu sisi terkesan ‘challenge’ (menantang), tapi jika kita mencoba melatih ‘rasa’ mungkin kata-kata tersebut memiliki kesan yang tidak menyenangkan bagi orang lain.

Artikel ini tidak dimaksudkan untuk mendiskreditkan popularitas masakan tertentu, namun karena bersifat pemberdayaan diri, maka penulis mengupas sisi lain yang bisa memberikan persepsi berbeda khususnya untuk pembelajaran berbahasa dan menjaga keseimbangan antara pikiran dan rasa bagi mereka yang ingin melihat sisi lain terutama nilai-nilai dan norma sosial bangsa kita yang sejak dulu terkenal dengan kesopanan dan kesantunan yang telah membentuk pribadi-pribadi luhur.

Provokasi pikiran terhadap nilai etika dan moralitas bisa menimbulkan hal buruk, antra lain:

  1. munculnya prasangka buruk,
  2. justifikasi sepihak dan
  3. ‘character assasination’.
  4. Bias dalam pemikiran karena baik dan buruk sudah tidak lagi ‘terasa’ dan empati tidak lagi ‘muncul’ ketika melihat berbagai penderitaan atau kezoliman

Sebenarnya tanpa mempelajari atau mendapatkan “provokasi pikiran” secara masif, manusia pada dasarnya terus mengalami degradasi moral akibat berbagai faktor seperti:

  1. Himpitan faktor ekonomi,
  2. Pendidikan rendah
  3. Pergaulan atau berada pada lingkungan yang tidak memberdayakan
  4. kepentingan ‘politis’

Situasi dan kondisi di atas jika ditambah dengan provokasi maka akan berpotensi menyebabkan ‘benturan’ atau friksi.  Adalah tanggungjawab pemerintah dan masyarakat untuk bahu membahu mengatasi keprihatinan sosial ini dan tidak menyebar benih-benih perpecahan.

Dari pengamatan penulis sebagian masyarakat modern dewasa ini cenderung mengalami provokasi pikiran dari berita, media sosial, pusat-pusat hiburan dan lain-lain yang pada dasarnya memiliki kepentingan untuk mendongkrak popularitas, menjatuhkan lawan bisnis, dan sebagainya.  Oleh sebab itu, bagi kita yang masih menjunjung tinggi etika dan moralitas sudah selayaknya berpikir lebih cermat dan matang agar tidak ‘tersesat’ ketika membaca sebuah berita atau menindaklanjuti suatu masalah yang muncul.

Untuk kembali pada pola pikir atau mindset yang memberdayakan (positive mindset) dan membangun kembali etika dan moralitas, kita perlu memiliki prinsip hidup yang baik dan jelas, sekalipun itu berakibat kita harus mengorbankan kesenangan duniawi seperti tidak menjadi orang kaya raya.  Menjadi orang sukses materi (kaya raya) tentunya tidak ada larangan jika tidak dengan cara menghalalkan segala cara dan merugikan orang banyak. Bahkan dengan prinsip hidup dan menjaga etika dan moralitas, orang-orang kaya raya malah bisa membantu lebih banyak orang.

Penulis teringat pada lagu Iwan Fals yang berjudul “Bento” dan bisa menjadi cerminan perilaku para koruptor yang merupakan orang munafik papan atas.  Alangkah indahnya dunia ketika kita bisa merenung dan mengambil hikmah dari lagu Ebiet G.Ade yang berjudul “Untuk Kita Renungkan” agar kita bisa perlahan namun pasti merubah diri kita menjadi lebih baik dan mengalami tranformasi moral yang baik.  Bagaimana dengan para pembaca? Apakah sudah memiliki lagu favorit dan sudah memahami arti dan makna dari lagu tersebut?

Semoga kita bisa kembali memberdayakan diri kita masing-masing agar terhindar / terlepas dari ikatan ‘provokasi pikiran’ dari orang-orang yang memiliki agenda atau kepentingan tertentu yang dapat merusak etika dan moralitas hidup kita.