Optimalisasi Whole Brain Thinking

whole-brain-modelPada dasarnya semua orang memiliki kecenderungan untuk lebih dominan menggunakan salahs satu bagian otaknya, entah otak kiri atau otak kanan. Hal ini wajar saja karena perkembangan alami misalnya dikarenakan faktor kebiasaan, lingkungan keluarga, metode pembelajaran, lingkungan dan profesi ‘menghendaki’ proses demikian. Namun apakah kita tidak merasa rugi jika hanya satu sisi saja yang kuat sedangkan lainnya kurang didayagunakan?

Otak kiri pada dasarnya memiliki peranan memproses semua informasi yang kita peroleh melalui panca indera kita lalu di sini terjadi proses analisa, hitung-hitungan, proses verbal (berbicara), menulis, logika dan bersifat linear.  Namun rekaman yang ada pada otak kiri bersifat sangat sementara, misalnya ketika kita melihat seorang wanita tua di jalan yang tadinya melihat kita selama beberapa menit, tetapi setelah kita tiba di rumah dan melakukan aktivitas rutin, kita mungkin sudah melupakan wanita tua tersebut.   Orang yang dominan otak kiri juga memiliki beberapa kelemahan karena mudah terperangkap jebakan logika, misalnya ketika melihat seorang laki-laki di kantor memakai baju koko dan peci, maka langsung muncul persepsi bahwa orang tersebut pastilah seorang ustadz. Padahal bisa saja orang tersebut baru pulang dari shooting acara sebagai pemeran sinetron, dan sebagainya.

Otak kanan memiliki peranan dalam memproses informasi yang kita tangkap melalui panca indera kita dengan cara yang berbeda, dimana kreativitas, imajinasi, intuisi, irama, kesadaran ruang, sintesa dan cara berpikir yang bersifat paralel.  Bisa menjadi unsur penyeimbang dari otak kiri. Otak kanan memiliki kemampuan menyimpan memory jangka panjang. Jika Otak kiri melakukan hitung-hitungan, maka otak kanan menyimpan (storage) angka-angka yang telah berulang kali diproses (dihafalkan), sehingga tidak heran ketika kita ditanya 5 X 4 = 20 maka jawabannya otomatis, tidak perlu lagi dipikirkan, bukan?  Selain angka, otak kanan juga sangat baik dalam mengenal warna-warna, dan simbol-simbol.  Orang yang dominan dengan otak kanan dan tidak bisa mengimbanginya dengan logika juga bisa terjebak pada khayalan, dunia metafisik/ astral secara berlebihan, dan malas untuk melakukan analisa atas berbagai kejadian atau fenomena dalam hidup.

Ketika kita terjebak dengan kejenuhan berpikir misalnya karena pekerjaan kita terus menerus di depan komputer dan tidak putus dari hitung-hitungan atau fungsi logika/ matematika, maka cara menyeimbangkannya kembali adalah dengan mengoptimalkan kemampuan otak kanan, misalnya kita mengisi waktu luang di kantor untuk berbicara masalah kreativitas anak kita di rumah, misalnya. Bagi kaum muslim, sholat merupakan salah satu optimalisasi atau penyeimbang dari aktivitas rutin yang menuntut hitung-hitungan/logika atau keluar dari kejenuhan karena pada saat itu terjadi proses istirahat atas aktivitas otak kiri dan melatih kesabaran, menanamkan kedamaian dan kedekatan dengan Sang Pencipta melalui doa dan serangkaian gerak yang sudah ‘terprogram’ dalam pikiran bawah sadar (otak kanan).  Bagi umat lain yang memiliki cara berdoa dan kontemplasi, meditasi dan sebagainya juga merupakan bagian dari penyelarasan dan penyeimbang dari kejenuhan dan dapat menghindari jebakan logika.

Banyak cara lain yang dapat dilakukan untuk optimalisasi otak kiri dan otak kanan kita yang seringkali dikonotasikan dengan pikiran sadar (conscious mind) dan pikiran bawah sadar (subconscious mind).  Berikut adalah ‘resep’ dasarnya:

  1. Jika pekerjaan kita rutin bergelut dengan otak kiri seperti programmer/ IT, akuntan, dan sebagainya, maka carilah waktu dimana kita bisa mengembangkan atau melatih otak kanan kita sehingga kita tidak mudah ‘burn-out’ alias stress berat.  Suasana dan lingkungan kerja yang nyaman perlu diciptakan atau setidaknya diantara keseriusan dalam bekerja, ada ‘sesi’ untuk bersenda gurau dengan teman-teman
  2. Jika pekerjaan kita rutin atau didominasi oleh otak kanan, misalnya para tenaga pemasaran, designer, sampai dengan kegiatan keagamaan, maka carilah waktu atau tempat dimana kita bisa mengisinya dengan ‘sesi’ analitis dan melakukan aktivitas yang membutuhkan logika lebih banyak.

Ketika kita memiliki profesi yang merupakan ‘terusan’ atau pengembangan dari hobi atau kebiasaan kita, maka cobalah untuk mencari bentuk baru kegiatan yang bisa menempatkan kita ‘out of the box’ alias kita keluar dari zona nyaman, dan mencoba memenuhi tantangan baru.  Misal, kita punya hobi atau kesenangan dengan semua yang terkait seni (suara, lukis, patung), maka cobalah mencari aktivitas yang membutuhkan pengembangan daya analitis dan logika seperti  permainan matematika atau menganalisa semua untung rugi secara finansial hobi atau kesenangan kita tersebut yang kita susun selayaknya orang bagian pembukuan (sistematis, kronologis, analisa transaksi sampai mencantumkan angka-angka hasil hitungan kita ke dalam sebuah catatan atau buku besar)

Demikianlah sekilas artikel ini semoga bisa memberikan inspirasi bagi kita semua sehingga dapat mengoptimalkan kemampuan otak kiri dan kanan kita dengan baik.