Meraih Damai dengan Pendekatan Holistik Spiritual

damai

Selamat Tahun Baru 2016 bagi semua pembaca artikel dan followers lainnya dari situs masterholistic.com baik di Indonesia maupun di manca negara.  Tahun 2016 merupakan tahun penuh harapan sekaligus tahun penuh tantangan. Banyak sekali harapan-harapan baik, kemajuan yang diharapkan oleh semua individu maupun semua negara.  Namun, tak pelak lagi tumpukan masalah yang membekas akibat konflik antar individu yang menyangkut SARA dan kepentingan politis juga tidak bisa dianggap remeh.

Marilah kita lihat dari sudut pandang holistik spiritual yang menempatkan semua individu ke dalam sosok subyek yang memiliki nalar, akal budi serta ruh yang mencintai kedamaian, hidup berdampingan tanpa dirusak oleh ego pribadi yang menyangkut ragam kepentingan. Dalam artikel ini penulis akan membawa pembaca mencapai transformasi dengan cara sederhana melalui teknik disosiasi agar bisa mencapai kedamaian secara holistik spritual sekaligus menumbuhkan sisi positif yang membawa kita pada keseimbangan dan keselarasan baru.

Begitu indahnya saat kita kembali membayangkan seandainya semua bayi terlahir dalam kondisi suci ibarat air jernih adalah diri kita semua dan kondisi bathin ini mampu ‘membasahi’ tenggorokan dan menghilangkan ‘dahaga’ akibat kurangnya cinta kasih dan kasih sayang. Bayi-bayi yang lucu, mungil dan menggemaskan mampu menyapu bersih emosi, amarah, kecemasan dan lain-lain seketika kita melihat mereka.  Itulah salah satu anugrah dari Tuhan YME kepada semua pasangan suami istri, sekalipun mereka lelah maupun ada kemarahan satu dengan yang lain, namun semua masalah menjadi ‘hambar’ atau seketika pudar ketika mereka melihat bayi mereka.

Belajar dari kepolosan, kesucian dan kesucian seorang bayi adalah upaya holistik spiritual yang sangat baik kita lakukan ketika sedang menghadapi berbagai tekanan dan masalah.  Kita jadikan diri kita pengamat, kita lakukan “disosiasi” saat sedang menghadapi tekanan dan masalah, dengan membawa sang Ego kita ikut merasakan pesan-pesan damai dari peristiwa itu.  Jika kita bisa mentransformasikan diri  maka ia akan ‘menyadari’ bahwa di balik keindahan ada kelembutan, bukan kekerasan atau konflik seperti yang selama ini ditampilkan oleh sang Ego. Saat terjadi transformasi holistik spiritual, maka kedamaian dapat dirasakan bahkan dapat menjernihkan pikiran kita yang selama ini mungkin terjebak pada sikap ingin menang sendiri, ingin menang sendiri, dan sebagainya.  Sifat dan penampilan bayi mungil itu mengandung makna yang dalam yang mampu mendamaikan hati dan pikiran kita.

Kedamaian juga dapat kita peroleh dari sosok seorang Ibu. Sosok seorang ibu yang sejati, tidak ubahnya seperti embun atau pohon yang menaungi hati yang sedang gelisah.  Seorang ibu layak mendapatkan penghargaan tertinggi kemanusiaan karena sejak ia mengandung sampai melahirkan, ia tidak pernah merasa terganggu dengan janin dan anak yang ia lahirkan. Bahkan ia dengan bahagia menyatakan sukacitanya memiliki seorang anak.  Bahkan ketika sudah terlahirpun, bagi seorang ibu, anak tidak dapat terlepas dari curahan cinta dan kasih sayangnya. Oleh sebab itu jalinan kasih sayang ibu dan anak berlaku kekal bahkan ia dan anaknya bisa memiliki kemampuan telepatik saat salah satu menghadapi bencana atau masalah.  Ini adalah karunia Tuhan YME yang patut dijadikan solusi ketika kita sedang menghadapi berbagai masalah dan tekanan.  Sudah sewajarnya kita tidak boleh berputus asa, kita tidak boleh ‘merusak’ diri kita sendiri dengan berbagai tindakan yang merugikan.  Cobalah kita berpikir dan bertindak sebagaimana kita bisa menempatkan diri sebagai pengayom, pelindung dan pemberi cinta kasih dan kasih sayang.

Pelajaran holistik spiritual dari seorang Ayah juga bisa memberikan kita sebuah ketegaran sikap, proteksi dan tanggungjawab moral atas perkembangan dan kebahagiaan keluarga.  Seorang Ayah sejati rela mengorbankan waktu dan tenaganya untuk bisa mencukupi kebutuhan keluarga dan secara moral diberikan kepercayaan dalam struktur sosial sebagai pengambil keputusan dan pemimpin dalam keluarga.  Sikap dan sifat ini juga kita butuhkan saat kita lemah atau merasa tidak sanggup tampil menjadi pelindung dan pemimpin.  Dalam realita yang dihadapi sekarang ini dibutuhkan ketegaran dan kemampuan bersikap yang bijak.  Inilah yang merupakan esensi dari figur seorang Ayah, bukan seorang orang tua yang temperamen, egois dan cerminan buruk lainnya.

Kedamaian dari sudut pandang holistik spiritual mengandung makna yang dalam, sebuah hakekat keseimbangan keselarasan baik mikro dan makrokosmos.  Ketika kondisi mental kita siapkan memasuki transformasi holistik spritual seperti yang diuraikan di atas, maka kedamaian bisa kita raih, baik sebagai renungan untuk diri sendiri maupun keterkaitan kita dengan individu lain.  Ketika kita berada di bawah satu keluarga besar ‘jagad raya’ (universe), maka diri kita akan tenang, damai dan tidak membutuhkan perang atau konflik bathin yang selama ini dipertontonkan oleh sang Ego.  Pencapaian spiritualitas sejati murni karena kita merasakan kebahagiaan, kenyamanan dan kedamaian bersama dengan orang-orang lain, bahkan dengan makhluk-makhluk lain ciptaan Tuhan YME.  Ketika kondisi mental (state) ini tercapai, maka kita pun bisa meningkatkan toleransi dan saling membantu satu dengan lainnya tanpa sekat-sekat yang selama ini menjadikan ‘ego’ kita berada dan berjalan bagaikan ‘katak dalam tempurung’.

Semoga bisa kita ambil hikmah dari artikel yang sederhana ini. Selamat menjalani tahun 2016 ini dan semoga kita bisa mentransformasikan diri mencapai pencerahan holistik spiritual bersama. Amin.