Ketika saya berada di sebuah kompleks makam kuno di sebuah Kebun Raya beberapa tahun yang lalu, sekitar Pk 2 siang, saya agak kaget karena setelah sedikit membacakan doa di makam tersebut, saya mendapatkan “pengawalan” dari arwah seorang jendral yang makamnya ada di sana. Pada saat itu yang lebih dominan saya rasakan adalah dari suara derap langkah tentara yang ada di samping kiri saya, menemani saya berjalan meninggalkan kompleks makam tersebut. Pendengaran istimewa ini yang sering disebut Clairaudience terjadi saat itu sangat jelas sedangkan saya tidak melihat siapapun berada di sekitar termpat itu. Bunyi derap kaki di atas rerumputan terang terdengar di telinga saya. Dan anehnya setelah berada di tempat ramai, suara itu tetap mengikuti saya. Karena saya penasaran dan juga kasihan terhadap arwah jenderal tersebut, saya coba hentikan langkah saya. Aneh.. suara derap langkah itu juga berhenti. Kemudian saya coba melangkah lagi beberapa saat dan suara itu kembali mengikuti saya. Sekali lagi saya hentikan langkah kaki saya dan langkah kaki the unseen tersebut juga tidak terdengar lagi. Pada kali ketiga saya hendak berjalan kembali, saya mengucapkan dalam hati “Wahai sahabat.. terimakasih engkau telah bersedia mendampingiku sejak dari kompleks makam tadi, namun sekarang engkau bisa kembali ke tempatmu karena saya tidak ingin mengganggu ketenanganmu”. Begitu saya melangkah kembali maka suara langkah kaki jenderal tersebutpun tidak terdengar lagi. Alhamdulilah. Kejadian ini adalah suatu hal yang jarang saya rasakan, karena selama ini saya lebih dominan mendapatkan penglihatan (Clairvoyance). Mungkin karena siang hari yang terik, maka penampakannya tidak bisa ditangkap oleh mata saya dengan jelas.
Dari kesaksian yang diberikan langsung oleh seorang teman tersebut, ada dua kesimpulan yang bisa saya tarik, bahwa kemampuan cenayang tidak hanya ada pada sisi visual atau sering disebut Clairvoyance, tetapi juga ada pada sisi auditory (Clairaudience). Namun dalam beberapa literatur pengetahuan yang saya baca tenyata itu terkait dengan kelenjar pineal yang aktif yang berada pada otak tengah kita.
Kesimpulan kedua yang bisa saya ambil adalah bahwa selain dimensi kehidupan fana yang ditempati oleh manusia, juga terdapat dimensi lain berupa dimensi astral. Bahkan dalam beberapa kejadian terjadi “benturan” atau “tepat berada pada frekuensi” yang sama dengan kita, sehingga muncul fenomena astral yang bisa ditangkap oleh sensor inderawi seorang Cenayang. Di samping ke lima (panca) indera, seorang Cenayang juga memiliki indera ke enam (sixth sense) yang menjadi sensor inderawi tambahan yang akan “compatible” dengan indera-indera lain secara visual, auditory dan kinestetik.
Semoga kisah nyata tersebut dapat memberi hikmah bagi kita bahwa kita tidak hidup sendiri di alam ini. Dan untuk menjaga keselarasan dan keharmonisan antar dimensi seyogyanya manusia memberikan contoh yang baik dan tidak mengganggu ketenangan dimensi lain. Dalam kisah di atas bisa saja teman saya tersebut mengajak arwah jenderal tersebut sebagai “ajudan” untuk berbagai keperluannya, namun itu tidak ia lakukan karena hal itu merusak tatanan dimensi antara dua alam dan akan memberikan dampak buruk. Malahan sebagai manusia, kita wajib memberikan arwah tersebut jalan cahaya dan membuat mereka tenang dalam alamnya.
Semoga bermanfaat untuk menambah wawasan dan menjadikan kita lebih dekat dan meyakini kebesaran Tuhan YME. Amin.
—
Catatan: Masih banyak kejadian yang direkam (kisah nyata) mengenai seorang Cenayang, jika pembaca berminat mendapatkan informasi tersebut secara utuh, segera diterbitkan e-book dari Penulis yang sama. Silakan gabung di fans’ page masterholistic center dengan cara click LIKE pada website ini dan anda akan mendapatkan update seputar artikel, pengetahuan, e-book dan jadwal pelatihan yang diadakan oleh Master Holistic Center.
