Kali ini penulis ingin memaparkan beberapa mitos dan fakta di balik fenomena hipnotis yang banyak beredar di masyarakat, dimana efek hipnotis ini seringkali dianggap sebuah kekuatan mistik yang besar yang bisa mempengaruh siapa saja sehingga muncul kriminalitas seperti penipuan dan sebagainya.
Sengaja penulis menggunakan kata “Hipnotis” bukan Hypnosis karena kesannya ketika mendengar kata ini berbeda, sekalipun yang benar adalah kata yang kedua sebagai nama keilmuan, sedangkan kata yang pertama merujuk pada seorang ahli atau pelaku dari hypnosis. Hipnotis yang dipahami masyarakat luas terkait dengan kejahatan (kriminalitas) adalah Hipnotis yang menggunakan tepukan di bahu seseorang, katakanlah korban, yang kemudian dipercaya membuat orang tersebut “tidak sadar”(?) sehingga bisa disuruh oleh pelaku untuk menarik uang di ATM, dan sebagainya. Apakah sebenarnya fenomena ini dan berapa besar efektivitas dari “tepukan” tersebut?
Pada dasarnya, percaya atau tidak, para pelaku kejahatan yang menggunakan teknik induksi non-verbal melalui tepukan itu biasanya adalah:
- Mereka yang learning by experience, alias tidak mengecap pelatihan Hypnosis yang sesungguhnya. Untuk belajar ilmu Hipnotis (Hypnosis) seseorang perlu mengeluarkan sejumlah uang sebagai biaya pelatihan yang diadakan di sebuah hotel dan harus duduk minimal 6-8 jam untuk mendengarkan berbagai konsep termasuk sejarah, proses hipnotis dan sebagainya yang kemungkinan besar tidak menarik perhatian dari pelaku hipnotis “jalanan” tersebut
- Mereka menganggap bahwa tepukan di bahu korban merupakan teknik yang ampuh untuk menundukkan korban, padahal cukup banyak yang menjadi target mereka tidak mempan. Mengapa? Karena tidak semua orang bisa dihipnotis dengan teknik ini, apalagi orang yang tidak sedang dalam kondisi melamun atau sugestif dengan hipnotis yang ia lancarkan. Dahulu saat masih kuliah, penulis pernah hendak dihipnotis di sebuah pasar di kota Palembang dimana pelaku menepuk bahu penulis, namun penulis tidak “mempan” dan malah balik memandangi pelaku dan menanyakan ngapain tepak-tepuk bahu segala (hehehe). Akhirnya pelaku pun kabur. Dimana “kehebatan” atau “magic” nya tepukan pada bahu ?
Sebenarnya fenomena hipnotis seperti ini itu tidak menggunakan jin dan sebagainya, murni karena ketika seseorang ditepuk bahunya saat ia sedang melamun atau ia sering merasa “kagetan” atau ada kebiasaan buruk seperti latah, maka saat menerima tepukan tersebut, pintu gerbang yang disebut RAS (Reticular Activating System) yang “menjaga” Pikiran bawah sadarnya terbuka, sehingga pelaku bisa langsung menanamkan sugesti yang berbau kriminalitas seperti meminta korban mengambil uangnya lewat ATM.
Perlu diketahui bahwa hipnotis jalanan yang ditujukan untuk kriminalitas ini tidak hanya berupa induksi non-verbal seperti tepukan di atas, tetapi juga berupa pendekatan lain yang biasanya menarik perhatian korban, seperti bersekongkol dengan beberapa temannya, yang satu pura-pura menjual barang misalnya elektronik seperti Hp merek terkenal dengan harga banting yang kadang tidak masuk akal, misalnya 50% ke atas. Modus ini biasanya hanya topeng, yakni mereka membawa album berisi foto-foto hp terkenal yang dikatakan baru turun dari kapal dan harganya murah sekali. Biasanya pelaku berdiri di tempat ramai seperti pasar untuk mendekati orang yang terlihat sedang keluyuran atau melihat-lihat barang di toko-toko sendirian. Pelaku berasumsi mereka memiliki banyak uang dan bisa ditipu. Proses hipnotis jalanan ini merupakan teknik yang lebih canggih karena pelaku mengajak temannya yang pura-pura tidak saling kenal dan ketika bertemu dengan korban dan pelaku, orang tersebut menunjukkan antusiasme untuk membeli hp dengan harga miring tersebut. Di sini lah letaknya proses hipnotis dengan cara verbal terjadi, sehingga korbanpun merasa yakin bahwa memang pelaku adalah penjual hp berkualitas yang murah.
Penulis pun pernah mengalami kejadian ini saat sekitar 10 tahun lalu saat berada di Pasar Baru Jakarta. Namun pelaku penipuan dengan modus ini kecele karena ketika mereka menggiring penulis ke sebuah tempat yakni kedai makan bersama temannya, mereka mencoba menggiring penulis dengan menyodorkan jam tangan Rolex (palsu) untuk dijual, bukan HP (dengan alasan hp nya mesti diambil dulu dan perlu waktu). Biasanya teman pelaku tersebut juga menunjukkan antusiasme membeli jam tangan tersebut, bahkan ia mengeluarkan sebuah amplop tebal dari balik lipatan bajunya seolah-olah uang kertas dalam jumlah besar dan menyerahkannya kepada pelaku. Penulis sendiri sudah merasa “diakali” sejak awal yakni sejak orang tersebut tidak bisa menunjukkan hp yang dijual secara fisik dan tidak melakukan transaksi cash di tempat, malah mengajak jalan ke kedai makanan. Jadi, penulis dengan gampang mengatakan kepada pelaku bahwa jam tangan Rolex bukan barang yang diinginkan dan juga penulis mengaku sebagai guru yang tidak punya uang. Akhirnya para pelaku pun “nyelonong” pergi karena tidak bisa menipu penulis.
Dari pengalaman-pengalaman penulis di atas, penulis ingin berbagi kepada para pembaca, bahwa fenomena hipnotis dengan modus di atas pada dasarnya hanyalah memanfaatkan kelemahan kita, misalnya
- ketika kita sedang jalan-jalan keluyuran seorang diri dan tidak fokus pada tujuan kemana kita harus pergi,
- memiliki kebiasaan seperti melamun atau latah, sehingga ketika ditepuk bahu kita maka pintu gerbang RAS akan terbuka dan bisa langsung diprogram oleh pelaku. Oleh sebab itu, para pembaca sekalian, jika anda memiliki kebiasaan ini biasakan pergi bersama teman-teman anda serta tidak menggunakan perhiasan seperti kalung, jam tangan, gelang emas atau membawa hp atau dompet yang kelihatan atau menarik perhatian pelaku hipnotis
- hati-hati dengan gaya hidup konsumtif, misalnya ingin selalu trendy dengan gadget baru dan murah karena hal ini bisa menjadi trigger munculnya kejahatan hipnotis. Demikian pula dengan pembaca yang hobi dengan batu akik, bisa saja hal ini dijadikan modus penipuan dengan hipnotis, maka be careful with your hobby !
- tidak memiliki kewaspadaan dan menganggap semua orang yang menyapa kita adalah orang-orang baik. Hal ini bisa dimanfaatkan oleh pelaku hipnotis, sehingga lebih baik tidak perlu sok kenal atau sok akrab dengan orang yang belum dikenal bagaimanapun proses pertemuan tersebut. Lebih baik berhati-hati dan sigap, katakan saja bahwa anda sedang sibuk dan tidak punya waktu untuk ngobrol. Ingatlah ngobrol adalah sebuah teknik untuk membangun kedekatan dan connectedness sehingga ketika kita masuk dalam pola komunikasi (pacing) ini maka pelaku bisa melalukan leading terhadap kita.
Perlu kita ingat bersama bahwa bukan Hipnotis (Hypnosis) nya yang berbahaya tetapi penyalahgunaannya oleh pelaku penipuan yang berbahaya. Hipnotis sama halnya dengan berbagai keilmuan lain memiliki sisi positif dan negatif, tergantung pemanfaatannya. Bahkan manfaat hipnotis misalnya hipnoterapi merupakan hal yang sangat positif dan memberdayakan. Oleh sebab itu, penulis memiliki passion yang lebih kuat untuk mempelajari dan mendalami keilmuan hipnotis dan hipnoterapi ini agar bisa membantu sesama yang membutuhkan.
Semoga artikel ini memberi manfaat dan pengetahuan bagi para pembaca sekalian. Jika anda tertarik dan ingin mendalami keilmuan hypnosis dan hypnotherapy ini, silakan simak jadwal pelatihan saya dalam situs ini. Salam pemberdayaan diri !