Pada dasarnya semua manusia memiliki kebebasan dalam bertindak sekalipun tidak dipungkiri, setiap perbuatan pasti menimbulkan akibat baik positif maupun negatif. Manusia bukanlah robot yang bisa setiap saat dikendalikan sesuai dengan kemauan penciptanya. Bebas dari tekanan dan rasa takut adalah hak asasi manusia secara universal dan tidak boleh dirampas oleh siapapun. Namun, kehidupan itu sendiri tidaklah menutup “mata” dari kehidupan manusia lain, dimana setiap individupun memiliki kebebasan untuk melakukan apa yang diinginkan. Untuk itulah kita mengenal adanya toleransi, saling menghargai dan berusaha untuk meningkatkan kesadaran masing-masing sesuai dengan peranan yang kita mainkan dalam setiap sendi kehidupan kita.
Ketakutan karena merasa terancam secara psikologis menimbulkan gangguan kejiwaan bagi orang yang mengalami intimidasi tersebut. Sedangkan di sisi lain, pelaku intimidasipun bisa digolongkan sebagai orang yang secara emosional tidak sehat. Interaksi yang terjadi antara pelaku dan korban akan menimbulkan ekses negatif yang mempengaruhi sebuah komunitas baik dalam skala kecil maupun skala yang lebih besar. Pihak lain pun yang menyaksikan tindakan intimidasi akan ‘terluka’ secara emosional dan meninggalkan bekas dalam diri mereka karena mereka mengakses berbagai kejadian dalam dunia ini dengan pancaindera mereka yang akhirnya tertanam dalam pikiran bawah sadar mereka sebagai memory negatif yang tidak memberdayakan.
Biasanya pihak yang memiliki kekuasaan atau dianggap berkuasa di sebuah komunitas memiliki andil yang tidak sedikit menciptakan intimidasi terhadap yang lemah. Hal ini merupakan sifat dan sikap yang sebenarnya berasal dari praktek ‘hukum rimba’ yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Bagaimana menegakkan moralitas bila terjadi intimidasi dan bagaimana kesadaran akan muncul jika tidak diberi kesempatan mengenal dan memilih suatu bentuk transformasi yang mencerahkan? Kesadaran dimulai dari perasaan nyaman, jauh dari hiruk pikuk kepentingan dan tekanan. Kesadaran meningkat ketika pikiran didayagunakan dan hati mampu memprosesnya sebagai sebuah kebenaran. Kesadaran akan mencapai puncaknya ketika berbagai proses pembelajaran yang diperoleh dalam hidup memberi warna dan makna yang mampu membawa kebahagiaan baik bagi diri sendiri maupun bagi sesama.
Di lain sisi, Kesadaran bisa membawa manusia terjun bebas ke arah yang negatif saat proses pembelajaran dikontaminasi oleh kepentingan pribadi maupun kelompok. Kesadaran juga akan mengalami kemerosotan akibat pandangan sempit dan tidak menerima perubahan. Kesadaran akan jatuh menuju titik nadir saat semua daya upaya memperbaiki diri dari segi ekonomi, sosial, moralitas, etika dan sebagainya tidak berkembang secara positif. Untuk itulah, kita memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga agar kita senantiasa hidup dalam Kesadaran karena ketika setiap individu memilikinya maka secara otomatis kebahagiaan dapat ditingkatkan dan semua orang akan mengalami transformasi baik dalam cara pikir, berucap dan berperilaku, bebas dari berbagai gangguan emosional yang akhirnya membawa keseimbangan lahir dan bathin. Hidup dalam kesadaran merupakan pintu masuk menuju tingkatan spiritualitas yang lebih tinggi dan mencapai pencerahan.
Semoga artikel ini memberikan manfaat bagi kita semua khususnya dalam menyikapi secara bijak berbagai hal terkait dengan dimensi kehidupan antar individu, dengan alam semesta dan dengan Sang Maha Pencipta, pemilik semua kehidupan.