Mungkin ada di antara kita yang bertanya-tanya, apakah yang dimaksud Coaching itu? Sebagian orang mengenal istilah itu dalam olahraga dimana ada orang yang disebut Coach. Dalam olahraga Coach disebut juga Pelatih. Seorang Pelatih diharapkan menjadi model dari olahragawan yang dilatih, disamping itu Pelatih juga harus memiliki jiwa pemimpin, administrator dan mampu membawa tim atau orang yang dilatihnya mencapai prestasi terbaik. Sekarang kita simak pengertian Coach dari sisi psikologi antara lain dari ICF dan NCA sebagai berikut:
Menurut International Coach Federation (ICF),
“Coaching is partnering with clients in a thought-provoking and creative process that inspires them to maximize their personal and professional potential” (Coaching adalah proses pemitraan dengan klien dalam pemikiran dan proses kreatif yang menginspirasi mereka untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional mereka).
Bisa juga dikatakan bahwa
“Coaching adalah kegiatan pembelajaran yang memfasilitasi seseorang untuk beranjak melakukan perubahan dari keadaan sekarang (Current State) kepada keadaan yang diinginkan (Desired State), dengan memanfaatkan seluruh sumberdaya (resources) yang dimiliki dengan efisin dan efektif, dengan rute terefisien ” (source: NLP Coaching Association)
Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa seorang Coach bukanlah konselor atau advisor, melainkan mitra bagi coachee. Yang menjadi sasaran adalah bagaimana memberdayakan coachee agar potensi pribadi dan profesional mereka bisa mencapai optimal melalui serangkaian proses atau teknik yang dilakukan bersama seorang Coach. Dengan kata lain, sejak adanya kontrak dengan seorang Coach, mulai dari disepakatinya sebuah kontrak Coaching, maka komitment kuat dari Coachee untuk bisa menyelesaikan masalah adalah hal utama. Seorang Coach sekali lagi adalah mitra dan melakukan berbagai teknik misalnya pertanyaan-pertanyaan yang men “trigger” respons positif baik dari Coachee sehingga ia dapat menyatakan secara jelas dan lengkap apa yang menjadi outcomenya dan ia sanggup menjalankan action plan yang telah dibuat bersama dengan Coach nya.
Berbeda dengan Coaching yang dipelajari secara umum, dalam NLP Coaching, pendekatan coaching berdasarkan ilmu NLP itu sendiri ditambah dengan proses coaching sendiri dimana seorang Coach bertindak sebagai Change Facilitator. Paradigma yang dipakai dalam NLP Coaching adalah presuposisi NLP itu sendiri antara lain Map is not Territory (Peta bukanlah teritori), tidak ada kegagalan melainkan feedback (umpan balik), makna komunikasi adalah tanggapan yang anda peroleh, setiap orang di dalam dirinya memiliki resources yang mana bila diberdayakan secara penuh akan membantunya menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi, dan lain-lain.
Secara sederhana yang dimaksud dengan Change Facilitator adalah bahwa bahwa proses coaching dimulai dari adanya Problem dari coachee yang merupakan GAP antara Current State dan Desired State. Gap (Masalah) ini berbeda dengan komplain, oleh karenanya saat memulai proses coaching, seorang Coachee harus bisa memilah mana yang berupa komplain dan mana yang problem agar proses coaching bisa berjalan lancar.
Virginia Satir menyatakan bahwa setiap perubahan (Change) meliputi 5 keadaaan, yaitu:
- Keadaan saat ini (Old Status Quo)
- Keinginan untuk melakukan perubahan
- Daya tolak untuk melakukan perubahan
- Keadaan Chaos
- Transformasi dan integrasi
Sedangkan Gleicher, Bechard, Harris menyatakan bahwa “Change” hanya bisa terjadi bila ketidakpuasan akan keadaaan saat ini (Dissatisfaction (D)), Visi yang menginspiransi (V) dan langkah awal yang mudah (First Steps (F)) lebih besar dari Daya Tolak untuk berubah (Resistance to Change (R)).
Proses pembelajaran Coaching memang tidak mudah, namun bila anda sudah memperoleh bekal berupa pengetahuan setidaknya telah menyelesaikan NLP Practitioner level, maka anda hanya butuh sedikit lagi untuk bisa menjadi seorang NLP Coach. Untuk mempermudah menjelaskan proses pembelajaran ilmu Coaching ini akan sangat membantu ketika kita menggunakan metafora, misalnya seseorang yang ingin menyelesaikan masalah yang dihadapi, diibaratkan ia pertama-tama harus membuat perencanaan perjalanan yang merinci lengkap kemana tujuan, waktu, jenis penerbangan dan lain-lain. Kemudian ia harus membuat kontrak dengan biro perjalanan yang di dalamnya termasuk syarat dan ketentuan yang berlaku dan mengikat kedua belah pihak. Setelah itu anda butuh membeli tiket (atau “tanda masuk”, apakah anda memenuhi persyaratan untuk menjalani proses coaching atau ada cara lain yang lebih efektif misalnya cara pembelajaran seperti konseling, training atau terapi). Jika ada bisa memiliki tiket untuk coaching , maka anda bersiap-siap untuk berangkat (Departure) sesuai dengan jadwal penerbangan dan pesawat yang sesuai yang tertera dalam “tiket” tadi. Dari sini barulah dimulai tahapan atau sesi Coaching secara formal, artinya anda dan Coach anda sudah berada dalam pesawat yang sama. Dalam tahapan ini masih dimungkinkan bila “menu” yang disajikan dalam pesawat tidak cocok dengan kontrak yang sudah disepakati, misalnya, maka masih dimungkinkan adanya terminasi sementara dan diikuti oleh sesi pembelajaran lain terlebih dahulu. Bisa jadi masalahnya (misal kelemahan anda) baru diketahui saat anda menjawab pertanyaan dari Coach anda. Dan seterusnya… sampai titik dimana anda menemukan tempat yang dituju (Destination) berupa “Desired State”, berupa Outcome anda selaku Coachee.
Coach hanya membantu anda menyusun action plan, dan setelah dibuat action plan tersebut, maka sesi telah selesai. Sekarang anda harus maju merealisasikan langkah-langkah yang telah disusun secara rinci dan sistematis untuk mencapai tujuan atau Outcome anda. Namun, kadangkala ada juga yang terus masih minta di “temani” oleh Coach nya, dan tentunya ini menjadi sesi dari kontrak Coaching baru.
Setelah anda melihat garis besar Coaching, apakah anda tertarik dan ingin di Coach atau mungkin anda malah ingin menjadi seorang Certified NLP Coach? Mulailah siapkan langkah awal anda sekarang juga !