Pada artikel ini penulis ingin mengajak pembaca untuk memulai hidup bijak melalui dua kata sederhana, yakni “Memahami” dan “Menghargai”. Kelihatannya tidak ada yang istimewa bukan? Namun, pada kenyataannya kedua kata ini sangat dahsyat jika kita bisa munculkan dalam hubungan kita bersama orang lain.
Sejak zaman dulu, peribahasa kuno mengatakan “Tak ada gading yang tak retak”, yang berarti tak ada manusia yang sempurna. Dalam bahasa Inggrisnya disebut “Nobody is Perfect”. Banyak dari kita yang sering lupa ketika sudah berada pada posisi atau kehidupan sosial tertentu bahwa hidup kita ini masih banyak kekurangan, sekalipun mungkin secara kepandaian dan kekayaan kita sudah melampaui banyak orang.
- Cobalah kita berdiri di depan sebuah cermin, lalu perhatikan setiap jengkal tubuh kita, mulai dari rambut, wajah, badan sampai kaki, dalam kondisi berdiri tegak lurus maupun menyamping, apakah kita sudah layak disebut ‘sempurna’? Bisa jadi kita membanggakan diri kita, tapi cobalah lihat diluar sana, apakah tidak ada orang yang lebih baik secara fisik dari kita?
- Cobalah kita pejamkan mata kita, lalu biarkan selama beberapa saat sambil berusaha berkonsentrasi pada nilai-nilai luhur seperti kesederhanaan, kebajikan, kejujuran dan keberanian. Apakah semua sudah kita penuhi? atau mungkin yang muncul dalam pikiran adalah saat kita menghambur-hamburkan uang untuk suatu hal yang tidak berguna, atau saat kita menipu oranglain atau bahkan saat kita merasa gentar menghadapi sebuah tantangan?
- Berikutnya, cobalah kita perhatikan anak dan istri/ suami kita, apakah selama ini kita lebih baik dan sempurna di bandingkan mereka? Apakah perilaku kita ‘menggemaskan’ seperti anak-anak kita yang masih kecil, atau sebaliknya ‘menjijikkan”? atau apakah istri/suami kita, saat kita pandangi mereka beraktivitas, lebih buruk dari kita, atau sebaliknya, mungkin kitalah yang tidak sadar bahwa selama ini kita ternyata kalah dari mereka?
Ketika mata kita senantiasa dalam kondisi terbuka, yang dominan terlihat adalah kesalahan orang lain, dan bagian dari diri kita yang dipenuhi ego akan mengatakan “ah elu pada bodoh semua… gue nih paling jago dalam hal ini dan itu”, atau “ah… manalah keberuntungan akan terjadi tanpa kita berusaha keras… “. sebuah kekuatan dari ‘ego’ yang sering membelenggu kita dan membawa kita ke jurang kesombongan dan kehancuran. Mungkin tidak secepat itu proses kehancuran yang kita alami, namun itu akan terakumulasi di benak orang-orang yang mengenal kita, apalagi yang secara terang-terangan kita ‘serang’.
Dengan belajar “Memahami” sebuah realita, sekalipun tidak selalu ‘wah’ atau ‘hebat’ atau ‘menarik’, kita secara naluriah telah menyuburkan pemahaman akan hakekat penciptaan. Semua orang memiliki kelebihan dan kekurangan yang di dalamnya ada keharmonisan atau pembelajaran untuk mencapai tingkatan spiritualitas yang lebih tinggi.
Dengan “Menghargai” orang lain, kesempatan yang diberikan Tuhan YME, kita bisa mengembangkan kemampuan apresiasi kepada orang lain, hal mana ‘apresiasi’ ini mungkin merupakan hal yang selalu kita harapkan diberikan orang lain kepada kita. Mengapa tidak berusaha menghargai orang lain? Ingatlah dibalik kesempitan ada keluasan, dibalik kekurangan ada kelebihan dan dibalik kelemahan ada kekuatan. Tak ada yang patut membuat kita menyombongkan diri, dan tak ada yang patut membuat kita merendahkan orang lain. Bukankah begitu?
Semoga artikel ini bisa menumbuhkan dasar-dasar kebijaksanaan dalam diri kita dan bisa menjadikan diri kita secara spiritual lebih bernilai.