Atribut Master: Antara Keyakinan & Pencerahan

pencerahan Semua orang yang mempelajari berbagai jenis keilmuan khususnya esoterik  dewasa ini, khususnya para Master dihadapkan pada sebuah pilihan yang sulit yakni apa yang harus mereka berikan kepada para praktisi, apakah keyakinan ataukah pencerahan.  Di satu sisi, kita memahami bahwa tidak ada satupun ilmu yang tidak membutuhkan keyakinan dari praktisi, karena disinilah letaknya sebuah esensi dari keilmuan esoterik.  Mereka yang tidak memiliki keyakinan apa yang ia pelajari hampir bisa dipastikan gagal menjadi praktisi yang baik karena keilmuan yang disebut di atas bersifat non fisik atau metafisik (tidak memiki wujud fisik seperti halnya benda-benda yang ada disekitar kita). Di sisi lain, para master terlihat berlomba-lomba menanamkan keyakinan bahwa apa yang mereka ajarkan adalah paling hebat, atau setidaknya lebih baik dari yang lain, dan ini bersifat sugestif sehingga banyak dikerahkan sumber daya untuk mengungkit dan membuktikan apa yang ingin diajarkan. Ada yang bersifat penjelasan tertulis dengan mengutip dari berbagai literatur kuno, mengutip berbagai pengetahuan modern tentang atom, quantum bahkan adapula yang memadukan nilai-nilai religius ke dalam keilmuan esoterik atau spiritual yang diajarkan.

Namun ada satu faktor yang sering ditinggalkan ketika mengajarkan keilmuan esoterik pada umumnya yakni faktor yang bisa membangkitkan pencerahan dari praktisi. Pencerahan di sini tidak berarti gambar orang yang sedang duduk meditatif lalu muncul cahaya yang terang benderang dari tubuhnya, atau muncul halo di atas chakra mahkota, tetapi lebih dari itu.  Terlepas dari konteks  religi atau keyakinan masing-masing orang, sebenarnya pencerahan itu bersifat universal.

Pencerahan (enlightenment) sebenarnya bermula dari munculnya kesadaran baru :

  • Dari hasil introspeksi atas apa yang telah dilakukan dan memiliki keinginan kuat untuk melatih hal-hal positif dan memberdayakan baik bagi sendiri maupun bagi sesama
  • yang merubah atau bisa mentransformasi diri dari yang sebelumnya berada di dalam kotak-kotak sempit pemikiran menuju ke tingkat yang lebih tinggi yakni kesadaran  (awareness) yang bersifat universal
  • menyentuh lubuk hati yang paling dalam dan dengan kesadaran murni bisa bertindak sebagai “pengamat” dan “pelaku” atas berbagai fenomena atau peristiwa baik yang sudah terjadi, sedang terjadi maupun yang akan terjadi (antisipatif).  Seorang yang memasuki tahap pencerahan ini biasanya telah memiliki pemahaman atas sebab-akibat (cause and effect), bukan dari isyu yang beredar atau omongan orang yang tidak melalui proses perenungan dan pengkajian.
  • memberikan perhatian atau empati terhadap penderitaan orang lain, memiliki solidaritas positif dan ringan tangan (senang membantu) orang-orang lain
  • membawa ketenangan dan kedamaian bagi diri sendiri dan orang lain

Namun, ketika seorang Master Esoterik yang belum mencapai kesadaran tinggi, biasanya malah mengajarkan keilmuan yang kurang memberdayakan dengan berbagai  teori klasik semata dan tidak jarang membawa praktisi untuk terjun bebas ke arah mistisisme yang tidak berdasar. Mungkin di satu sisi, mereka akan memperoleh predikat sebagai orang sakti mandraguna, apalagi dengan kekuatan mantra-mantra tertentu yang disematkan pada setiap sesi pelatihan, yang kadangkala arti yang sebenarnya dari mantra tersebut tidak sinkron dengan maksud atau tujuan pelatihannya.

Bagi seorang Master Esoterik atau Metafisik, seyogyanya apa yang disampaikan adalah keilmuan yang memiliki dasar yang kuat terutama dari pemahaman yang baik dan mencerahkan, kemudian dari berbagai pengamatan atau pengalaman yang dialaminya sendiri. Dengan kata lain, ketika sebuah keilmuan esoterik hanya bersifat turun temurun dan penjelasannya itu-itu saja dari guru ke murid , lalu ketika muridnya menjadi guru, ia juga mengajarkan apa yang ia terima dari guru sebelumnya maka ilmu tersebut menjadi tidak berkembang bahkan cepat menjadi usang (obsolete). Hal ini tentunya tidak akan mencerahkan praktisi yang mempelajarinya.

Seorang Master Esoterik yang menjadi founder atau Grand Master dari sebuah keilmuan tradisi biasanya dianggap satu-satunya sumber pengetahuan dari tradisi yang ia ciptakan jadi muncul semacam keterikatan dan ketergantungan seumur hidup dengan Master tersebut. Padahal, belum tentu perkembangan spiritualnya lebih baik daripada muridnya sendiri yang mungkin saja telah bertransformasi lebih cepat menuju pencerahan yang hakiki karena yang maha mengetahui hanyalah Tuhan YME, bukan?

Kesimpulan dari artikel ini adalah  upaya menanamkan keyakinan dari seorang Master ke muridnya dengan berbagai teknik tradisi dan teori-teori yang meyakinkan mungkin merupakan hal positif baginya, namun hal itu bisa menjadi hal negatif karena kurang atau tidak memberikan pencerahan kepada muridnya tersebut terutama dalam meningkatkan kesadaran spiritual yang hakiki.

Demikian artikel ini semoga menambah pengetahuan dan wawasan kita semua.