Ritual Merogo Sukmo

OOBEHalo para pembaca yang budiman dimanapun anda berada. Kali ini penulis ingin berbagi pengetahuan mengenai salah satu keilmuan yang paling dicari-cari dalam dunia metafisika, yakni merogo sukmo.  Sebenarnya keilmuan ini bukan ilmu baru di Indonesia, sudah ada turun temurun dan beragam ritual dilakukan agar bisa merogo sukmo.  Di negara lain pun mereka mengenal jenis keilmuan ini, namun dalam istilah yang berbeda. Kalau merogo sukmo berasal dari bahasa Jawa, maka di luar negeri mereka mengenal dengan nama Out of Body Experience (OOBE).

Dari pengamatan dan pengalaman penulis yang juga praktisi ilmu esoteris dan metafisika (non klenik), merogo sukmo memang bisa dilakukan, asalkan memenuhi beberapa unsur, misalnya memiliki kemampuan untuk fokus, mudah menerima sugesti baik verbal maupun non-verbal, dan memiliki kepekaan/ sensitivitas tinggi khususnya visualisasi karena yang menjadi ‘teropong’ dalam keilmuan ini adalah daya visual.

Mari kita bahas satu per satu.  Mengapa harus memiliki kemampuan untuk fokus?  Karena orang yang tidak bisa fokus, terlalu aktif dalam gelombang beta, maka sulit untuk memasuki trance. Di dalam keheningan meditatif biasanya orang mudah memasuki kondisi bathin ini, sekaligus menjadi syarat untuk merogo sukmo.  Apakah dalam kondisi biasa, dalam mata terbuka kita tidak bisa merogo sukmo?  Bisa saja, jika kita sudah terbiasa “keluar-masuk” trance dengan cepat, bahkan bisa menyelaraskan kemampuan bathiniah dan lahiriah. Orang dengan gift seperti sebagian indigo bisa melakukannya bahkan sejak kecil.

Yang kedua adalah mampu menerima sugesti baik verbal maupun non-verbal dari orang lain.  Banyak orang yang ingin bisa merogo sukmo mencari guru atau pembimbing yang bisa membawa mereka masuk ke dalam deep trance ini. Namun, tidak semua orang bisa melakukannya apabila mereka tidak bisa menerima sugesti dengan baik.  Sugesti macam apakah yang sering dilakukan? Biasanya seseorang guru atau pembimbing spiritual menggunakan pendekatan  duduk meditasi sampai tiduran, mana yang dianggap lebih enak dan pas bagi praktisi. Ada satu hal yang cukup menarik dimana seringkali untuk membimbing seseorang bisa masuk deep trance, tidak jarang diadakan ritual-ritual, mulai dengan mandi air kembang, memakai dupa atau kemenyan, minum air atau pil yang telah di ‘isi’ dan sebagainya.  Dalam bathin orang kebanyakan di Indonesia yang sejak kecil tertanam sugesti mistis turun temurun, menjadikan ritual yang sering dikatakan bersifat klenik (dalam kacamata penulis sebagian besar praktek ini masih bersifat ‘induksi’ non verbal) ini lebih efektif, sekalipun pada saat prakteknya, setiap praktisi memiliki perbedaan tingkat kedalaman dan obyek yang mereka lihat (visualisasikan).  Aneh namun banyak yang senang  dengan hal ini.  Sebenarnya, untuk merogo sukmo harus dibuat standarisasi, yakni semua praktisi misalnya ada 10 orang, maka 10 orang harus melihat obyek yang sama dengan benar. Misalnya, pelatihan diadakan di Surabaya, lalu mereka sama-sama ditanya apa yang mereka lihat ‘sekarang’ di Monas, khususnya di parkiran timur. Atau, cara lain, ditanya apa yang mereka lihat di rumah mereka sekarang, ada siapa dan mereka sedang apa?

Ketika mereka diminta melihat sebuah obyek yang sama saat “sekarang”, maka akan terlihat mana yang benar-benar bisa merogo sukmo, dan mana yang berhalusinasi.  Sedangkan dalam hal mereka diminta merogo sukmo melihat rumah mereka “saat ini”, lalu setelah mereka menceritakan kepada semua orang yang mereka lihat, lalu mereka diminta menghubungi keluarga mereka, lebih baik cross-check antar peserta, maka akan terlihat apakah yang mereka lihat sudah benar, atau masih halusinasi saja dengan kadar kekeliruan yang tentu besar.

Namun, penulis juga pernah membaca sebuah tulisan dari salah seorang pakar metafisika yang pernah meneliti masalah ini, ternyata ada sementara paranormal/ dukun yang menggunakan cara atau ritual yang tidak sehat, misalnya dengan mencampurkan kotoran atau jamur tertentu pada makanan, minuman, atau kapsul, yang bisa membawa orang yang minumnya berhalusinasi. Ini sangat berbahaya tentunya.  Oleh sebab itu, penulis menyarankan bagi yang berminat bisa merogo sukmo dengan sehat tidak perlu bermacam-macam ritual, karena dengan berlatih meditasi secara intens dan mengasah mata bathin dengan cara memperbaiki diri secara spiritual, mendekatkan diri dengan Sang Pencipta melalui dzikir (muslim), chanting (budhisme), dan lain-lain, hidup selaras dengan alam semesta, melatih empati atas penderitaan orang atau makhluk lain merupakan jalan terbaik.

Demikian pandangan dari penulis semoga bisa memberikan pencerahan kepada semua pembaca yang ingin memahami apa itu merogo sukmo. Penulis juga telah menuliskan berbagai artikel sebelumnya mengenai pengalaman merogo sukmo, dan bisa menjadi bacaan yang baik atau referensi.