Seorang pencari pencerahan bathin adalah orang yang mau melepaskan apapun ‘belenggu’ bathin yang dia miliki seperti kemelekatan. Seperti namanya “kemelekatan” adalah sesuatu yang bersifat kesenangan duniawi yang mungkin secara sadar maupun tidak kita sadari membuat kita sulit memasuki pencerahan bathin. Kemelekatan terhadap harta kekayaan, terhadap hewan ternak, dan sebagainya sampai kemelekatan terhadap orang dekat, keluarga dan pekerjaan menjadikan kita sulit bertransformasi.
Hilangnya kemelekatan (attachment) adalah syarat utama memasuki pencerahan bathin. Ia hanya bisa dicapai ketika kita tidak ada gangguan yang membuat hidup kita tergantung padanya (makhluk, benda, harta, dan lain-lain). Ibarat kata kita untuk kembali ke titik NOL kita harus me ‘refresh’ diri kita sendiri, misalnya dengan menjauhi hal-hal yang menjadikan kita ‘melekat’ baik yang membawa keburukan bahkan kebaikan duniawi. Contohnya, kemelekatan yang membawa keburukan duniawi (secara bathin) adalah kemelekatan akan nafsu-nafsu rendah seperti nafsu ingin menaklukkan orang lain, memuaskan syahwat, menonjolkan diri (sombong), bangga dengan kebodohan, dan sebagainya. Sedangkan kemelekatan yang membawa ‘kebaikan’ duniawi termasuk kemelekatan pada sesuatu hal, benda, dan sebagainya sehingga dengannya kita memperoleh kekayaan dengan mudah. Beberapa contoh adalah kebiasaan memberikan pinjaman dengan bunga (riba), menjual senjata atau racun untuk membunuh, mencari kekayaan dari cara memanfaatkan tuyul, nyupang, dan sebagainya. Maksud ‘Kebaikan’ duniawi di sini maksudnya kebaikan hanya untuk memberikan kepuasan hidup di dunia, tetapi tidak untuk di akhirat. Sedangkan kebaikan dunia dan akhirat adalah perbuatan baik di dunia misalnya dengan mengajar ilmu bermanfaat yang bisa membantu sesama dan menambah pahala atau karma baik. Di samping itu, kebaikan dunia dan akhirat adalah beribadah kepada Sang Pencipta dengan keikhlasan penuh, rasa puji dan syukur atas nikmat yang Dia berikan, tanpa embel-embel.
Saat kita terlena dengan kenikmatan duniawi, belenggu dari ‘kebaikan’ duniawi berupa harta kekayaan maka yang harus kita pertimbangkan adalah apakah kita siap melepaskan diri dari ikatan ‘kemelekatan’ itu? Jika tujuan kita murni karena Tuhan, maka kita harus siap melepaskan semua yang dibenci Tuhan. Dengan mencari rezeki yang berkah, sekalipun tidak sebanyak dari yang kita dapatkan dengan jalan yang tidak diridhoi Tuhan, maka kita akan mudah melakukan transformasi diri menuju pencerahan. Tidak mustahil seorang yang hidupnya sederhana dari jalan yang diridhoi Nya untuk masuk Surga Nya, namun akan sulit bagi orang kaya dari hasil yang tidak diridhoi Nya masuk ke tempat yang sama, bahkan terbuka pintu Neraka bagi Nya. Untuk mendapatkan harta yang berkah tidak hanya dilihat ‘kemana’ harta dipergunakan, tetapi juga ‘darimana’ harta tersebut berasal. Ketika kita mendapatkan harta dari cara atau jalan yang ‘haram’, maka sulit berharap doa-doa kita mencapai tingkatan spiritualitas yang lebih tinggi bisa kita wujudkan. Ibarat ‘Air kotor’ tidak bisa membersihkan ‘kain yang kotor’.
Semoga kita semua mencapai pencerahan dari artikel yang saya buat kali ini.