Menuju Pencerahan Bathin yang Paripurna

spiritual-enlightenmentSeringkali kita mendengar kata pencerahan, namun mungkin sebagian dari kita belum memahami makna dari pencerahan itu sekalipun mungkin sudah mengetahui definisinya. Pada kesempatan ini penulis ingin berbagi sedikit pengetahuan yang penulis miliki dengan harapan kita memiliki pandangan yang lebih baik, setidaknya dalam kehidupan kita ini.

Penulis lebih senang memahami sesuatu, entah itu kata, frasa, kalimat, ungkapan, dan sebagainya bukan dari kata per kata secara harfiah, namun melihat apa yang ada di balik kata tersebut, sebuah makna yang tersirat.  Untuk bahasan kita kali ini adalah terkait pencerahan bathin yang paripurna. Wah mungkin sahabat-sahabat Master Holistic Center bertanya-tanya, begitu berat dan dalamkah makna pencerahan itu ?  Namun, dengan segala keterbatasan, penulis mencoba menguraikannya dengan beberapa kalimat sederhana.

Pencerahan dari kata dasar “Cerah”, jika kita ibaratkan dengan kehidupan di alam semesta ini, bentuk cerah itu lebih menuju ke arah “cahaya”, sebuah fakta penting bahwa hidup akan berlangsung dengan adanya ciptaan Tuhan YME berupa matahari, sebuah bintang kerdil yang memancarkan cahaya atau sinarnya untuk menghidupi manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya. Dengan demikian, pencerahan seyogyanya membawa nilai-nilai kehidupan, bukan menuju pada keburukan dan kematian.

Bathin bukanlah sebuah organ dalam tubuh manusia, melainkan sebuah kata yang di dalamnya tersirat makna ‘jiwa’, sebuah ‘wadah’ abstrak yang bernilai dan menjadi ‘alat’ dimana kita bisa mengasahnya, membersihkannya dan mencerahkannya dengan berbagai cara terutama bersifat spiritual. Bathin bisa dikaitkan dengan rasa, sebuah pemaknaan jiwa atas sesuatu yang ditangkan pikiran dan akal budi. Dalam ajaran sufiisme, kekotoran bathin bisa dibersihkan dengan dzikir. Dalam kepercayaan lain, kekotoran bathin bisa dibersihkan lewat meditasi, perenungan, kontemplasi dan sebagainya. Bathin yang cerah atau tercerahkan adalah bathin yang menerima suatu realita dalam bentuk rasa atas nilai-nilai yang baik, dan dibimbing oleh kekuatan atau kuasa Ilahiah.

Paripurna merujuk pada suatu kondisi yang sempurna, cerah dalam tingkat tinggi bahkan tak bisa diukur dengan kata-kata maupun rasa karena semua sudah terpenuhi.  Pada dasarnya selama masih memiliki sifat dasar manusiawi yang lebih dominan daripada Ilahiah, maka pencerahan paripurna ini jauh dari pencapaian.  Pencerahan bathin yang paripurna mungkin lebih tepat kalau kita contohkan, misalnya pencerahan yang telah dimiliki oleh orang-orang suci. Namun, apakah kita tidak bisa mencapainya? Apakah kita hanya membiarkan diri kita mengikuti arus kehidupan ini, seperti daun yang ditiup angin?

Dari pengamatan dan pendapat pribadi penulis, dalam kaca mata universal, pencerahan bathin yang paripurna itu tidak mustahil bisa kita raih. Memang ada proses yang harus kita lewati, mulai dari pembersihan bathin dari kotoran-kotoran seperti kesombongan, iri hati, dendam, benci, dan lain-lain. Banyak hal yang disebabkan oleh kemelakatan diri (attachment), dan sebagian lagi berada pada tataran spiritual yang tak terlihat oleh orang lain.

Setelah sering ‘dibersihkan’, bathin kita ‘sirami’ dengan menerima banyak pengetahuan, pemahaman dan pengalaman yang mencerahkan agar kita bisa keluar dari kebodohan bathin. Namun, kita tidak boleh hanya ‘menerima’ tetapi kita wajib mengamalkannya dalam kehidupan kita. Jika ini terjadi dan proses pencerahan mulai berputar, ibarat roda pedati, kita mulai menerima sinyal-sinyal yang lebih tinggi, berupa kesadaran kosmik dari alam semesta dan kesadaran Ilahiah.  Ketika menerima sinyal-sinyal tersebut, kita masih diberi pilihan, apakah mau ‘didiamkan saja’, atau ‘dijalani’ agar kita mencapai keselamatan dan ridho dari Sang Pencipta.  Pengamalan ini haruslah selaras dari tiga saluran utama kekuatan bathin, yakni pikiran, ucapan dan perbuatan kita.

Dengan demikian, dapat kita simpulkan, bahwa pencerahan ada dua dimensi, yakni usaha/ upaya untuk melakukan proses transformasi bathiniah dan pengamalan dari bimbingan yang kita terima melalui sinyal-sinyal Ilahiah, sehingga pemahaman bathin mencapai kondisi paripurna, tidak lagi terkontaminasi oleh kekotoran dan kebodohan bathin.  Pencerahan bathin yang paripurna hakekatnya kita keluar dari ‘ego’ menuju tubuh ilahiah yang telah cerah/ tercerahkan.  Semua bentuk-bentuk pikiran, sehebat apapun kita, se jenius apapun kita, dengan jutaan kosa kata yang kita pelajari, pada titik ini tidaklah menjadi bahan perdebatan karena bathin telah mencapai kedamaian sejati. Hidup dan mati adalah proses yang kedua-duanya menjadi kebahagian dimana muncul kepasrahan diri menuju cahaya Ilahi dan kondisi bathin yang menyejukkan.

Semoga bermanfaat dan mari kita bersama-sama menuju pada pencerahan bathin yang paripurna.