Penulis teringat ketika masih di Sekolah Menegah Pertama dulu, saat pelajaran Bahasa Indonesia, guru menjelaskan mengenai sebuah Peribahasa da salah satunya adalah “Berburu ke padang datar, dapat rusa belang kaki, Berguru kepalang ajar, bagai bunga kembang tak jadi ” Apakah maksud dari peribahasa ini dan apa manfaatnya bagi kita untuk mengetahui dan mengamalkannya?
Kita hidup dalam proses mencari jati diri dan menambah wawasan dengan jalan belajar mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, ditambah lagi berbagai ketrampilan dan pengetahuan yang kita peroleh di luar sekolah formal seperti melalui kursus, les privat sampai dengan pelatihan-pelatihan. Ada satu pesan yang sebenarnya tersirat dari proses ini, yaitu bahwa kita seyogyanya tidak sekadar perlu tahu tetapi lebih dari itu sebaiknya kita lebih dalam mempelajarinya. Banyak contoh masalah yang terjadi ketika seseorang hanya tahu sekilas namun ia memaksakan diri untuk tampil seolah-olah ia sudah tahu banyak dan ingin menjadi seorang guru.
Hal ini pernah penulis jumpai pada beberapa peserta pelatihan seperti hypnosis dimana lama belajar minimum yang harus dipenuhi sebelum menjadi seorang instruktur adalah tiga hari, tetapi ada satu atau dua orang yang baru belajar satu hari sudah berusaha mencari uang dengan memberikan pelatihan kepada orang lain. Padahal ia belum lengkap memahami kerangka dasar dari ilmu tersebut. Hal ini cukup potensial menimbulkan resiko dimana:
- Pengetahuan yang kurang akhirnya menimbulkan bias ilmu. Contohnya hypnosis yang diajarkan secara resmi dengan pendekatan ‘western hypnosis’ adalah ilmiah dan telah diakui dalam ilmu kedokteran dan psikologi secara luas, namun ketika ilmu ini diajarkan oleh seseorang yang tidak tuntas belajarnya, maka bisa jadi bias dimana kesan yang muncul adalah berbau klenik, misalnya. Di samping itu, teknik dan pola bahasa yang standar digunakan untuk mengatasi gangguan psikologis yang diajarkan pada hari berikutnya, tidak dikuasai oleh orang tersebut sehingga bukannya membantu menyembuhkan gangguan psikologis, malah bisa beresiko menimbulkan gangguan baru termasuk disintegrasi mental misalnya.
- Kualitas pengajaran yang diberikan orang yang tidak menyelesaikan pelatihan tingkat instruktur tentu jauh dari harapan. Bahkan ada yang sampai ‘terjebak’ oleh perasaan bersalah dan masalah hukum karena menyalahgunakan nama dan materi utama pelatihan yang telah dipatenkan oleh penulisnya.
- Kurangnya wawasan dan pengetahuan berakibat pendapat yang disampaikan kepada orang lain/ publik menjadi keliru. Karena pengajarannya yang menyimpang dari kurikulum dan materi seharusnya, sehingga menimbulkan kesan publik bahwa hypnosis yang diajarkan oleh si Anu yang katanya alumni dari IBH, misalnya, berbeda dengan konsep terbaru yang diajarkan oleh asosiasi (perkembangan terakhir bahwa di tahun 2015 ini asosiasi profesi sudah menerapka BRIEF Hypnotherapy).
Contoh dalam artikel ini perlu dicermati sehingga proses belajar-mengajar di bidang Hypnosis/Hypnotherapy tidak rancu, disalahgunakan dan akhirnya merugikan semua pihak.
Begitupula mereka yang sudah mencapai tingkatan hypnotherapist maupun tingkatan instruktur harus memahami wilayahnya termasuk kode etik yang harus dijalankan. Seorang hypnotherapist tidak boleh menjanjikan sebuah kesembuhan, misalnya, karena hal ini bertentangan dengan kode etik profesi dimana seorang hypnotherapist hanyalah membantu client untuk keluar dari masalah atau gangguan psikologis dengan pendekatan pemberdayaan diri client tersebut, dengan menggali resourcesnya sehingga masalah yang timbul bisa pada akhirnya membuat client tersebut sembuh atau lepas dari gangguan psikologisnya. Ada pula hypnotherapist yang bahkan belum tahu masalah dan belum menggali informasi lebih dalam mengenai masalah client, sudah memberikan janji-janji bahwa satu sesi pasti sembuh.
Penulis, selaku instruktur resmi dari Indonesian Board of Hypnotherapy (IBH) dan sekaligus Certified Consulting Hypnotist dari NGH, USA, sangat berharap agar para peminat yang ingin menjadi hypnotherapist dan instruktur di bidang hypnotherapy, seharusnya benar-benar memahami keilmuannya dengan baik dan meningkatkan jam terbang, termasuk memahami kode etik dari profesi agar kepentingan publik dapat benar-benar terlayani dengan baik.